WARTA KOTA, SENAYAN – Berawal dari modal sebesar Rp 5 juta, ditambah dengan pinjaman sebesar Rp 10 juta dari perusahaan pembiayaan, Anne Sri Arti (41) memulai bisnis kecilnya sebagai pengolah susu murni.
“Uang itu saya gunakan untuk membeli panci, susu, dan gula kemasan. Sedang untuk membeli freezer seharga Rp 10 juta saya pinjam dari perusahaan pembiayaan,” kata Anne.
Kini, Anne adalah menjadi pemenang ajang penghargaan EY Entrepreneurial Winning Women (EY EWW) 2014, sebuah penghargaan bagi wanita wirausaha yang digelar oleh EY Indonesia sebagai bentuk apresiasi bagi wirausaha wanita yang siap untuk meningkatkan skala bisnis mereka ke tingkat selanjutnya.
Anne dinobatkan menjadi pemenang penghargaan tersebut pada Rabu (24/9/2014) usai melalui proses penjurian yang ketat oleh dewan juri independen yang sebelumnya telah melihat usaha keras dari Anne dan wirausaha wanita lainnya yang juga mengikuti ajang tersebut.
Perempuan asal Sukabumi ini memasarkan produk olahan susu yang diproduksinya di 364 sekolah-sekolah dasar di wilayah sekitar Bogor dan Sukabumi.
“Mulanya untuk memasukkan produk saya ke sekolah tidak mudah, dari 10 sekolah yang saya datangi, kalau bisa lolos di satu sekolah saja sudah hebat rasanya,” kenang mengingat awal usahanya.
Ia menamai upaya memasok susu ke sekolah itu Gerimis (Gerakan Minum Susu). Ia senang ketika makin banyak siswa sekolah dasar yang bisa merasakan minuman yang kadangkala tak terjangkau oleh siswa SD di daerah pelosok. Susu-susu tersebut juga tak dibeli dengan anggaran dari pemerintah, melainkan menggunakan uang jajan anak-anak. Per plastik es mambo ia menjual susu tersebut seharga Rp 1000, cukup terjangkau untuk minuman bergizi.
Usaha perempuan ini ternyata tak hanya ia khususkan untuk menggali keuntungan bagi dirinya saja, tetapi, ia juga berkehendak untuk memberdayakan masyarakat di sekitar tempatnya, yakni peternak, pengolah, serta pengemas produk olahan dari susu.
“Saya tidak ingin jadi peternak, peternak itu susah, lebih baik saya ajarkan peternak mengolah dan tidak harus menggunakan produk saya. Karena rejeki itu ngga tertukar. Saya bahagia ketika melihat mereka lebih baik,” ungkapnya.
Saat ini, menurut Anne, sudah ratusan orang peternak di daerahnya ikut serta menjadi pemasok susu untuk usaha yang diberi nama Makmur Agro Satwa (MAS) itu. Ditanya berapa banyak sapi yang dimilikinya, perempuan kelahiran 9 Januari 1973 itu tak bisa menghitungnya. Ia hanya bisa mengatakan, jumlah sapi yang dimilikinya banyak, namun, tak semuanya dikelola sendiri, sebagian besar ia berikan untuk dirawat masyarakat sekitar.
Maklum saja, jika di KUD atau pengumpul susu lainnya seliter susu murni dihargai Rp 3500-3800, Anne menawarkan harga yang jauh lebih tinggi bagi para peternak, yaitu Rp 5000-5500 / liternya sehingga ia juga memberikan keuntungan lebih bagi para peternak.
“Dengan harga beli segitu saya tetap tidak rugi kok, sehingga usaha saya ini tak hanya fokus terhadap keuntungan sendiri, tetapi juga memberi arti lebih bagi orang-orang di sekitar saya,” katanya.
Ketika ditanya mengapa memilih untuk memasok produk olahan susu ke sekolah-sekolah Anne dengan mantap menjawab dengan cara pemasaran seperti itu, produksi yang dilakukan di hari yang sama bisa langsung disalurkan ke sekolah-sekolah, sehingga tak ada penumpukan barang dan pembayaran kas pun lancar. Karena menurutnya, jika dipasarkan dengan cara menitipkan di warung, akan ada barang yang tersisa dan itu artinya ada kerugian.
Dari usaha yang dirintisnya sejak 2009 itu, perempuan tersebut telah mendapatkan beberapa penghargaan yang dianggapnya sebuah bonus dari sang pencipta atas usahanya.
Ia tak pernah berharap menjadi pemenang dari sejumlah penghargaan lantaran dirinya sendiri tak pernah mendaftarkan diri untuk ikut dalam pemberian penghargaan. Namun, ia bersyukur dan berharap dari pemberitaan tersebut usahanya untuk mengembangkan masyarakat sekitar bisa bertambah besar dan meluas sehingga bisa melayani kebutuhan susu di sekolah-sekolah dasar di daerah lainnya.
Ditanya harapannya, saat ini, Anne ingin membuat suatu pengembangan wisata edukasi berbasis pengolahan susu dari hulu ke hilir.
“Nantinya wisata tersebut ada peternakan, serta pengolahan dari mulai pemerahan, hingga proses pengolahan menjadi produk. Juga ada balai pelatihan peternak sapi perah dan pengolahan produk, sehingga mengedukasi peternak, bahwa hal tersebut bukan hal yang sulit,” katanya. (Agustin Setyo Wardani)